Batik, jika dipandang sebagai kata untuk sebuah proses -yaitu proses membatik, maka motif bukan lagi menjadi karakter yang wajib dipenuhi. Motif kemudian menjadi sesuatu yang bebas dituang dalam selembar kain yang diproses, bernama membatik.
Kini tak lagi wajib membubuhkan canting berisi malam cair yang panas membentuk kawung, truntum, parang dan beragam motif sida. Sebab motif bisa apa saja, bisa segala hal yang menyentuh indra seorang pembatik. Asalkan karya dari olah rasa dan raga ini diperlakukan sama dengan cara membatik. Membubuhkan malam panas di atas kain berpola, mencelupkan ke dalam cairan warna yang diinginkan, melorotkan malam dengan air panas di atas tungku, mencuci dan terakhir mengeringkannya.
Batik dengan motif yang tidak terikat pakem konvensional agaknya sedang menjadi trend. Selepas terobosan batik warna-warni cerah yang mencolok mata yang menjadi gambaran masyarakat yang bebas berekspresi, kini motif diambil dari simbol-simbol yang berada dekat dengan diri pembuatnya. Motif khas yang dituangkan dalam kain dianggap bisa mewakili identitas suatu daerah. Tidak tanggung-tanggung, setiap pemerintah daerah kini memfasilitasi perajin batik di wilayahnya untuk menggali potensi yang ada dan menuangkannya dalam batik. Jika Magelang membuat batik dengan motif Gunung Tidar yang terkenal sebagai landmark-nya, Gunungkidul memenangkan batik motif Gebleg-Renteng yang merupakan makanan khas-nya, Sragen tidak tertinggal. Wilayah dimana Situs Sangiran -homeland of Java Man atau dikenal dengan situs manusia purba ini berada.
Batik ini diwarnai dengan kimia yang cerah terdiri dari hijau mewakili warna kesuburan, kuning sebagai warna padi yang siap dipanen, coklat sebagai unsur tanah Sangiran dan merah sebagai simbol kemegahan dan kemakmuran.
Sedangkan simbol bergambar evolusi perkembangan manusia merupakan tanda bahwa batik ini berasal dari Sangiran, tempat di mana jejak-jejak manusia purba ditemukan. Selain juga ada motif gading berukir, mewakili temuan fosil stegodon atau gajah purba yang ditemukan secara sporadis di wilayah ini. Semua ini menegaskan tentang identitas Situs Sangiran yang telah ditetapkan UNESCO sebagai World Heritage.
Gambar Dewi Sri yang dipercayai sebagai Dewi Kesuburan menurut mitologi Jawa dituangkan pula di antara tanaman padi yang telah menguning dan butiran-butiran padi yang berserak seperti yang terjadi saat panen.
Dukungan pemerintah bagi desain yang penuh simbol lokal ini di-implementasi-kan dalam pakaian seragam seluruh jajaran pegawai negeri sipil di Kabupaten Sragen. Kebebasan memilih identitasnya sendiri menjadi istimewa sebab dibaliknya telah terurai tahapan-tahapan menggali dan mengenal potensi yang dimiliki.
Lepas dari ini semua, pastinya batik yang digunakan adalah batik yang sesungguhnya, yaitu melalui proses membatik. Bukan tekstil bermotif batik yang diproduksi dengan mesin. Jika ini kain tekstil pabrikan bermotif batik, maka misi melestarikan batik menjadi omong kosong.