Sabtu, 16 Maret 2013
Kamis, 14 Maret 2013
Kisah Baru Batik Lawas
Ketika selembar batik tua yang kusam
dan ditinggalkan menjadi lebih bernilai di tangan ibu Marie Pang, maka
yang ada hanya rasa takjub. Untaian bola kayu yang dibalut batik lawasan menjadi kalung cantik dan unik. Semua tali untuk kalung dan gelang dibuat dengan pilinan, jalinan serta jahitan yang sungguh rapi. Tidak hanya batik lawasan, tapi ulos, juga kain
tenun dan kain nusantara lainnya yang merupakan warisan budaya dari leluhur bangsa ini, menjelma menjadi berbagai asesoris yang
diburu kaum perempuan. Dibantu oleh para perempuan -ibu rumah tangga
di sekitar rumahnya, Marie Pang menghadirkan asesoris cantik bernuansa
lokal untuk para perempuan Indonesia bahkan dunia.
Berawal dari kejatuhan usaha yang semula menjadi tumpuan hidup keluarganya selama di Jakarta membawa perubahan sikap yang lebih realistis. Di saat kehilangan banyak, Marie Pang mendapatkan sedikit keyakinan untuk mencoba hal kecil dan sederhana. Siapa menyangka, perempuan yang disangkal tidak bisa menjahit bahkan diragukan oleh ibunya sendiri ini berhasil membalik takdir. Berpindah ke Jogjakarta, semula yang terlihat mustahil kini menjadi nyata. Berbekal sikap tubuh yang konsisten, Marie Pang membebaskan imajinasi tanpa batas dalam membuat desain serta olah warna. Hingga rentang waktu belasan tahun, karya-karyanya saat ini menjadi ciri tersendiri yang dikenali sebagai miliknya. Etnik dan unik.
Rabu, 06 Maret 2013
Kisah Kelapa
Jika mengetik kata 'kelapa' di google search engine, maka dalam 0.18 detik, alamat yang muncul adalah sekitar 35 juta web. Betapa banyak tulisan mengenai kelapa dan manfaatnya di berbagai bidang. Kesehatan, perkebunan, perindustrian adalah beberapa contoh manfaat yang paling sering dibicarakan orang selain tentu saja pemakaian simbol 'tunas kelapa' oleh Pramuka Indonesia.
Bahkan di Jawa ada kisah istimewa tentang sebutir kelapa yang menjadi penentu siapa yang berhak menjadi penguasa di Pulau Jawa di masa yang akan datang.
Kisah ini dimulai saat Sunan Kalijaga memberikan petunjuk mengenai wahyu keraton kepada dua orang yang saling bersahabat, yaitu Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan. Kepada Ki Ageng Giring diperintahkan untuk menanam sabut kering kelapa. Sedangkan kepada Ki Ageng Pemanahan diperintahkan untuk bertirakat di Kembang Semampir di Gunung Kidul.
Ketika pohon kelapa yang ditanam Ki Ageng Giring tumbuh dan berbuah, dari salah satu buahnya mengeluarkan bisikan tentang wahyu keraton. Bisikan itu didengar sebagai berikut, "Bagi siapa yang meminum kelapa muda ini dalam satu tegukan, maka anak keturunannya akan menjadi raja penguasa di pulau Jawa."
Ki Ageng Giring memetik buah kelapa tersebut dan menyimpannya di rumah. Setelah itu pergi bekerja di ladang agar lelah dan menjadi haus sehingga bisa meminum air kelapa muda tersebut dalam sekali teguk, sesuai dengan bisikan gaib yang tadi didengarnya.
Sayangnya, ketika Ki Ageng Giring kembali ke rumah dan berniat meminum air kelapa muda dalam satu teguk harus menemui kekecewaan. Sahabatnya, yaitu Ki Ageng Pemanahan telah datang berkunjung dan sambil menunggu kepulangan Ki Ageng Giring dari ladang, telah meneguk habis air kelapa yang telah disimpan.
Meskipun kecewa, Ki Ageng Giring mengikhlaskan bahwa wahyu keraton telah jatuh kepada diri Ki Ageng Pemanahan, seperti nasib yang telah digariskan. Namun, Ki Ageng Giring masih mengupayakan agar anak turunnya ikut menikmati menjadi penguasa di Jawa. Ki Ageng Giring meminta kebijaksanaan Ki Ageng Pemanahan agar penguasa ke-7 di Jawa adalah dari keturunan Ki Ageng Giring.
Selanjutnya, setelah 6 keturunan Ki Ageng Pemanahan (Panembahan Senapati, Panembahan Seda Krapyak, Sultan Agung, Amangkurat I, Amangkurat II dan Amangkurat III) memimpin pulau Jawa di bawah Kerajaan Mataram, keturunan dari Ki Ageng Giring berkuasa di Jawa. Beliau adalah Pangeran Puger yang menggantikan Amangkurat III yang bertabiat buruk dan kurang bijaksana memimpin Kerajaan Mataram.
Kisah ini menjadi latar bagi Ki Ageng Pemanahan membuka Alas Mentaok
(Kotagede sekarang) yang merupakan pemberikan Sultan Pajang sebagai
wilayah perdikan, cikal bakal Kerajaan Mataram, sekaligus melegitimasi
anak keturunannya menjadi penguasa di Jawa.
Penjual es degan di Jalan Kemasan Kotagede |
Lepas dari kisah istimewa tersebut, buah yang pohonnya sangat mudah tumbuh di daerah tropis ini selalu menjadi buah yang menggiurkan untuk dinikmati kesegarannya. Es degan, demikian orang Jawa menyebut kelapa muda, menjadi favorit untuk menghilangkan rasa haus di siang yang terik.
Tapi tak hanya di Jawa atau di pulau-pulau lain di Nusantara, kelapa juga menjadi buah favorit di beberapa negara lain dimanapun pohon ini bisa tumbuh.
Air kelapa tak hanya diminum untuk kesegaran, tapi buah kelapa dengan jenis tertentu dikatakan bisa untuk menetralkan racun, mengurangi mual, bahkan ada pula yang meminumnya untuk mengobati penyakit. Jenis ini harganya hampir dua kali lipat lebih mahal dari jenis kelapa lain karena memang tidak mudah dijumpai.
Agak sulit membedakannya dengan jenis kelapa lainnya karena warnanya yang sama. Namanya Kelapa Ijo (Hijau) atau Kelapa Wulung, sekilas tampak sama dengan kelapa jenis lain. Perbedaan hanya bisa dilihat saat bagian pantatnya dipangkas, maka kulit dalamnya berwarna merah muda, sangat berbeda dengan kelapa biasa yang kulit dalamnya selalu berwarna putih.
Kelapa Ijo (Hijau) atau sering disebut Kelapa Wulung, dibedakan dari warna kulit dalamnya yang bersemu merah muda |
Es kelapa muda dan Tom Yam isi sayuran di Soi Rambuttrii, Bangkok, Thailand |
Es kelapa muda di taman kota dekat Notre Dame Cathedral, Ho Chi Minh, Vietnam |
Langganan:
Postingan (Atom)