Pohon Mentaok |
13 Februari 2011, adalah saat pertama kali menginjakkan kaki ke Kotagede, sebuah wilayah bekas Keraton Mataram Islam I. Bersama dengan cerita asal muasal Ki Ageng Pemanahan membuka Alas/Hutan Mentaok, daerah wingit yang dihuni oleh bangsa jin itu aku mencari tahu, seperti apa pohon mentaok?
Di sekitar situs Watu Gilang atau Watu Cantheng yaitu dampar singgasana Panembahan Senapati, Raja I Keraton Mataram, sempat kutanyakan pada juru kunci atau abdi dalem yang bertugas saat itu. Tapi ternyata, pohon mentaok sudah tidak ada lagi. Pohon besar berdaun kecil-kecil yang ada di sekitar situs itu ternyata benar-benar Beringin bukan Mentaok.
Padahal dalam hati, aku berharap bisa melihat pohon yang berusia ratusan tahun dan sangat terkenal itu.
Bibit Mentaok |
Lalu dalam kecewa aku bertanya, lagi-lagi dalam hati :
"Kenapa pohon setenar dan sepenting itu dalam sejarah peradaban manusia Jawa bisa habis tak bersisa?"
Hmmm, di Kotagede mestinya pelestarian heritage tak hanya melindungi dan mempertahankan yang berbentuk fisik, seperti situs ataupun rumah-rumah tradisional. Vegetasi juga merupakan hal penting untuk dilestarikan, sebab pohon ini ikut menjalin cerita sejarah.
Setelah dua tahun keluar masuk Kotagede, baru pada bulan Agustus 2012, aku menemukan pohon ini. Hasil dari setiap pertanyaan yang kusampaikan kepada para sesepuh di Kotagede mengenai pohon ini terjawab sudah.
Sebuah pohon berdaun kecil dan jarang, dengan batang kayu yang tidak terlalu besar tapi tinggi telah tumbuh di halaman Bangsal Duda, di dalam kompleks Masjid Mataram Kotagede. Seorang abdi dalem menunjukkan padaku dan memberikan sebuah pohon mentaok mungil dalam polybag hitam yang disemaikannya dari biji-biji yang jatuh.
Terimakasih kuhaturkan pada beliau.
Bunga Mentaok yang jatuh di halaman Bangsal Duda |
Mohon aku bisa dapatkan bibitnya, kasih kabar ya bu
BalasHapus