Selasa, 11 Desember 2012

[ TRAVELOGUE ] group exhibition - Sangkring Art Space, Dec 13, 2012


Photo-Art + Essay + Drawing + Poem
Pembukaan/ Opening: 13 December 2012, 7pm
Exhibition: 14 -28 December 2012


Mui & Tan Haur (Singapore)
together with special invited Guest Artists (Bol Brutu) :
Putu Sutawijaya, Pande Ketut Taman, Feintje Likawati, Sandat Wangi, Ida Fitri, Ninuk Retno Raras, Boen Mada, Edy Hamzah, Nur Cahyati Wahyuni, Rani Februandari, Suci Pri Hatiningsih
 and Dyah Merta.

Curator: Kris Budiman
Organizer : Jenni Vi Mee Yei

Tan Haur dan Kit Mui adalah pasangan yang nyaris secara terus-menerus terdeteritorialisasi (deteritorialized). Di dalam pelancongan-pelancongannya mereka menyusun travelogue lewat persepsi visual terhadap dan pengalaman perjumpaan dengan Yang Lain (the Other) di tempat-tempat yang lain. Dengan travelogue visual yang terutama berujud foto-foto dan sketsa-sketsa, mereka mengisahkan kembali persepsi dan pengalaman itu dengan suatu cara yang passionate.

Tan Haur and Kit Mui are couples who are almost incessantly deteritorialized. Throughout their travels they arrange travelogue through the visual perception towards and experience of encountering the Other in other places. By means of visual travelogue which mainly consists of photos and sketches, they recount the perception and experience in a way called passionate.

Sangkring Art Space
Nitiprayan rt 1, rw 20 no.88 Kasihan Bantul, Yogyakarta.

Supported by: Sangkring Art Space and Singapore International Foundation
Kit Mui Loh, the artist and her drawing



Tan Haur (artist), Jenni Vi Mee Yei (organizer), Kit Mui (artist)

Jenni Vi Mee Yei (organizer)

Participants, Kris Budiman (curator) and Kit Mui

Finishing touch

Ready to display

Drawing and handmade jewelery by Kit Mui

Kamis, 06 Desember 2012

Sosrowijayan, kampung turis di Jogjakarta

Sosrowijayan menjadi kampung pilihan untuk tinggal sementara para turis berkantong tipis karena biaya sewa peninapan yang murah dibanding kawasan turis Prawirotaman. 
Pertimbangan lain yang membuat Sosrowijayan menarik adalah lokasinya yang dekat dengan Stasiun Tugu dan Malioboro serta Kraton Yogyakarta sebagai pusat destinasi wisata utama. 
Hanya dengan berjalan kaki sekitar 200 meter ke utara akan sudah sampai di stasiun dan jika berjalan kaki ke timur akan bertemu dengan Jalan Malioboro.  

Sosrowijayan merupakan kampung tradisional di Jawa dengan ciri jalan umum yang sempit hingga sekarang tidak berubah.  Pastinya kampung ini telah ada sejak jaman dulu ketika belum ada mobil atau kereta umum dimiliki rakyat biasa, sehingga jalan umum penghubung antar rumah hanya berupa gang sempit yang hanya bisa dilalui dengan sepeda atau jalan kaki. Sepeda motor pun di bagian-bagian tertentu tidak boleh dinyalakan dan harus dituntun. 

Gang-gang sempit ini diapit oleh hotel, losmen, penginapan dengan harga relatif murah.  Hal ini membuat daya tarik bagi turis backpacker untuk seinggah pada malam hari. 

Fasilitas lengkap sama dengan kawasan turis dimanapun, tersedia berjejal sepanjang gang, seperti laundry service, internet, resto, bar, cafe, toko buku, money changer, bike & motorbike rental, car rental dan jasa pemandu wisata serta agen-agen yang menjual paket wisata. 

Jarak antar rumah yang digunakan untuk penginapan saling berhimpitan sehingga kampung ini begitu intim berinteraksi satu sama lain, baik antar warga, antar turis bahkan antara turis dan warga Sosrowijayan.  Tak heran jika kampung ini favorit bagi mereka yang menyukai pengalaman berinteraksi dengan native atau warga setempat yang memang ramah karena sudah terbiasa melayani para pendatang.



Senin, 03 Desember 2012

Boomerang BookShop : Toko Buku untuk Travelers


Sosrowijayan, sebuah kampung di Jogjakarta yang istimewa karena kemampuannya menerima turis dengan segala keperluannya.  
Semua rumah bisa difungsikan untuk segala macam kegiatan ekonomi yang menyediakan jasa bagi para travelers.  

Homestay, losmen, hotel, apapun namanya berjajar di sepanjang gang yang tidak boleh dilalui kendaraan bermotor.  
Rumah makan, bar, cafe juga mudah ditemui, masing-masing berselang beberapa jarak. 
Jasa laundry Rp 5000/kg, rental sepeda dan sepeda motor, agen paket perjalanan, money changer, internet, tattoo, pijat hingga toko buku dan souvenir.

Toko buku !

Toko buku ini membuatku teringat sesuatu.

Enam tahun yang lalu, 2004, aku pernah membeli buku dari seorang teman yang ikut mengelola sebuah toko buku di Sosrowijayan.  Dua buah novel terbitan luar negeri berbahasa Inggris yang kubeli untuk membunuh waktu ketika berada di mess saat malam seusai kerja dari tambang batubara di Kalimantan Timur yang tidak mudah mendapatkan sekedar buku bacaan.  Ternyata, tak perlu buku untuk menghabiskan waktu di sana, sebab waktuku 24 jam telah habis untuk bekerja dan istirahat.  

Tidak ada cerita tentang waktu yang longgar! Maka, jujur saja sampai sekarang belum selesai kubaca.  Kedua novel itu bercap Boomerang Book Shop beralamat di Sosrowijayan.  Tahun 2004 kudapat dan enam tahun kemudian aku baru mendatangi tokonya.   


Boomerang Book Shop dan toko-toko buku lainnya di seputar Sosrowijayan memang unik.  Gayanya berbeda dengan toko-toko buku pada umumnya.  Rak-rak kayu sederhana menjadi tempat bersandar buku-buku dengan kondisi bekas.  Buku-buku yang hampir semuanya berbahasa Inggris, selain berbahasa asing lainnya, memang bekas dibaca para traveler yang mampir.  Kebanyakan berbentuk novel dan Guide Book seperti Lonely Planet yang pasti ada dalam koleksi toko-toko buku tersebut. Mereka membeli, menjual atau menukar buku sebagai teman sepanjang perjalanan. Buku yang telah dibeli dan tamat dibaca bisa dikembalikan di toko buku tempat dimana buku itu dibeli dan dihargai dengan separuh harga belinya.  Tak jarang pula buku yang telah rampung dibaca ditinggalkan begitu saja oleh traveler. 





Teh Mawar

Hujan turun mengejar kami menuju meeting point di Sangkring Art Space di Kampung Nitiprayan.   Pertemanan yang telah dipisah jarak seluas lautan dan waktu mendekati setahun, akan direkatkan kembali siang itu.  

Aku bawakan sekotak English Tea Bag seperti pesanannya dan dia akan membawa seplastik French Roses dari negaranya.

"Local black tea bag is ok." katanya di telepon saat aku mencarikan pesanannya di supermarket.  Well, english tea bisa juga untuk sebutan teh hitam rupanya.

Pertemuan dengan teman lama selalu manis seperti 3 kuntum mawar dalam secangkir teh.  Kehidupan yang selalu berjalan dinamis, susah senang, tantangan, pencapaian, seperti misteri dalam gelapnya air seduhan teh.  Perjalanan yang hampir setahun dikabarkan dalam sejam dua jam pertemuan ini.  Kita semua telah lalui rentang waktu penuh gejolak dengan kesehatan dan keceriaan dalam setiap pergulatan yang telah kita taklukan.  Membuat kita menjadi pribadi yang tetap sama.  Orang-orang yang tahu bagaimana bersuka di antara duka.  Dan seperti kali ini, ada 3 kuntum mawar kering yang wangi menghiasi suasana lebih berbeda.  Inilah hadiah bagi orang-orang yang bersabar dan bergerak apapun yang terjadi.  


 Catatan Mama :

Teh Mawar adalah benar-benar teh perempuan, bukan karena warnanya yang mempesona, tapi juga karena manfaatnya dalam kesehatan.  Sejak Dinasti Ming (1368-1644), teh mawar ini telah diminum secara luas khususnya bagi perempuan karena manfaat kesehatannya.  Antara lain :
- menenangkan mood yang tidak stabil
- menenangkan sakit akibat menstruasi
- memperbaiki ketidakseimbangan inkresi
- mempercepat sirkulasi darah
- dan lain-lain

Menikmati seduhan teh mawar memang menenangkan, sebab teh yang manis, hangat dan aromanya yang wangi.  Setelah seduhan ke sekian kali, wangi mawar masih bisa  menyebar di seluruh ruangan di rumah.   Setelah melakukan latihan atau pekerjaan berat, menyeruput secangkir teh mawar dapat membuat rileks dan mempercepat pemulihan energi.


Dicatat dari Amazon.com


Sabtu, 01 Desember 2012

Pohon Mentaok

Pohon Mentaok

13 Februari 2011, adalah saat pertama kali menginjakkan kaki ke Kotagede, sebuah wilayah bekas Keraton Mataram Islam I.  Bersama dengan cerita asal muasal Ki Ageng Pemanahan membuka Alas/Hutan Mentaok, daerah wingit yang dihuni oleh bangsa jin itu aku mencari tahu, seperti apa pohon mentaok?

Di sekitar situs Watu Gilang atau Watu Cantheng yaitu dampar singgasana Panembahan Senapati, Raja I Keraton Mataram, sempat kutanyakan pada juru kunci atau abdi dalem yang bertugas saat itu.  Tapi ternyata, pohon mentaok sudah tidak ada lagi.  Pohon besar berdaun kecil-kecil yang ada di sekitar situs itu ternyata benar-benar Beringin bukan Mentaok.  

Padahal dalam hati, aku berharap bisa melihat pohon yang berusia ratusan tahun dan sangat terkenal itu.  

Bibit Mentaok
Lalu dalam kecewa aku bertanya, lagi-lagi dalam hati :
"Kenapa pohon setenar dan sepenting itu dalam sejarah peradaban manusia Jawa bisa habis tak bersisa?"

Hmmm, di Kotagede mestinya pelestarian heritage tak hanya melindungi dan mempertahankan yang berbentuk fisik, seperti situs ataupun rumah-rumah tradisional.  Vegetasi juga merupakan hal penting untuk dilestarikan, sebab pohon ini ikut menjalin cerita sejarah. 

Setelah dua tahun keluar masuk Kotagede, baru pada bulan Agustus 2012, aku menemukan pohon ini. Hasil dari setiap pertanyaan yang kusampaikan kepada para sesepuh di Kotagede mengenai pohon ini terjawab sudah.  

Sebuah pohon berdaun kecil dan jarang, dengan  batang kayu yang tidak terlalu besar tapi tinggi telah tumbuh di halaman Bangsal Duda, di dalam kompleks Masjid Mataram Kotagede.  Seorang abdi dalem menunjukkan padaku dan memberikan sebuah pohon mentaok mungil dalam polybag hitam yang disemaikannya dari biji-biji yang jatuh.

Terimakasih kuhaturkan pada beliau.


Bunga Mentaok yang jatuh di halaman Bangsal Duda



Jumat, 30 November 2012

Khanom Bueang : Bangkok Street Snack

Khanom Bueang 20 Baht/box : 6 pcs
Namanya Khanom Bueang, semacam kue lekker kalau di Indonesia.  Terbuat dari tepung beras untuk pancake-nya yang tipis dan krispy dan ditaruh krim lembut dari kelapa diatasnya. Topingnya bisa dari parutan kelapa yang diwarnai oranye dan yang berwarna kuning adalah hasil kuning telur yang diolah menjadi manis. 

Crispy and sweet

Setengah lusin Khanom Bueang yang dijual 20 Baht ini katanya mudah dijumpai di Thailand.  Kebetulan gerobaknya kutemukan di ujung Rambuttri Soi yang berdekatan dengan Khao San Road-Bangkok, dan langsung membuatku ingin mencicipinya.  Snack manis ini harus segera disantap dalam keadaan hangat, sebab jika dingin kulitnya yang garing menjadi melempem, tidak krispy lagi.  Krim kelapa yang berwarna putih enak juga dan terasa manis.  Topingnya yang berwarna oranye dari parutan kelapa rasanya enak.  Tapi toping yang dari kuning telur (berwarna kuning) terasa agak amis.   Me, do not like.

Salah satu stall/gerobak Khanom Bueang di Soi Rambuttri, Bangkok





Kamis, 29 November 2012

Masjid Mataram Kotagede




Timeline :

1587 Pendirian
Bertepatan dengan tahun dimana Panembahan Senopati dinobatkan menjadi Raja Mataram Islam.  Sebelumnya, pada masa Ki Ageng Pemanahan, masjid ini masih berupa langgar yang bertempat di lokasi makam raja-raja Mataram sekarang.  Panembahan Senapati menggesernya dan membuat bangunan masjid dengan kerangka yang seluruhnya terbuat dari kayu jati dengan ditopang 4 saka guru berukuran 0,3 X 0,3 X 5 m.  Selain itu dibuat pula liwan atau ruang utama masjid dan mihrab.

1796 Penambahan serambi sisi timur oleh Kasunanan Surakarta

1856 Penambahan emper dan pawudon, serta penggantian atap sirap dengan genting.  
Tahun ini tertera di bawah kaligrafi di atap gapura.

1867 Perbaikan setelah gempa hebat

1919 Terbakar

1923 Pemugaran setelah terbakar

1926 Pembangunan pagar masjid dan pendirian tugu jam.
Dilakukan atas prakarsa Sunan Pakubuwono X dari Kasunanan Surakarta.  Tahun ini tertera pula pada tulisan di bawah kaligrafi di atap gapura.

1997 Pemasangan teraso pada liwan atau ruang  utama masjid

2002 Konservasi dengan dana dari Pemda Propinsi DIY.  
- Memperbaiki bagian-bagian yang retak dengan sistem injeksi.  
- Penggantian kayu yang rusak parah mencapai 60% diganti baru.  
- Lantai diganti dengan marmer Italia di bagian liwan dan pawestren.  
- Pelapisan dinding jagang atau kolam air yang mengelilingi serambi masjid dengan terakota.
- Penggantian dinding dan alas bak wudlu.
- Perbaikan pagar dan gapura.

2003 Pembangunan menara pengeras suara

2006 Perbaikan akibat gempa besar yang melanda Yogyakarta.  
- Patahan dan retakan di dinding diperbaiki.  
- Genting yang semula terbuat dari tanah liat diganti dengan lempeng metal yang tampak sama dengan genting sebelumnya.  Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban berat pada struktur yang ada. - Penambahan kuncian baja yang menarik ke atas, sementara penyangga blandar dikaitkan ke struktur utama. Baja tarik ini tahan gempa karena membuat tarikan atau dorongan menjadi lebih fleksibel.  Penambahan besi-besi penyangga di tiap ujung saka guru hanya sebagai pencegahan.

2007 Ditetapkan sebagai BCB (Bangunan Cagar Budaya) Nasional 
Dengan ketetapan :
Peraturan Menbudpar PM.25/PW.007/MRP/2007 dan dilindungi oleh Undang-Undang No 5 Tahun 1992.

2012 Perbaikan kamar mandi di sisi utara masjid

Konstruksi asli : 
- Beratap tajug dengan atap tumpang sari susun 3 di masjid utama
- Saka guru dari kayu jati
- Menggunakan struktur saka gantung yang langka.  Struktur utama (bagian saka guru) ini terpisah, karena secara filososfi merupakan fokus pada satu titik utama yang mengerucut ke atas yaitu Tuhan. 
- Usuk mayung juga menuju pada satu titik
- Bagian atap juga hampir sama, secara filosofis mengerucut seperti halnya candi karena pada waktu itu masih masa peralihan dari Hindu ke masa Islam
- Dinding dari bata merah yang ukurannya lebih besar dari bata sekarang
- Tanpa semen tapi menggunakan bubuk bata merah, gamping dan pasir yang dikenal dengan bligon
- Semua dinding tanpa lepa.  Penambahan lepa dilakukan oleh Sunan Pakubuwono X.
- Lantai terbuat dari batu putih yang bisa dilihat di lantai yang ditutup kaca di bawah bedhug
- Jagang atau kolam air yang mengelilingi serambi masjid merupakan ciri khas Hindu yang masih digunakan.  Jagang ini dibuat dengan maksud agar jama'ah yang masuk ke masjid mensucikan kaki dan meluruhkan kotor dari luar


Catatan Mama :
- Perawatan oleh BPCB dilakukan secara reguler setahun sekali.
- Perawatan kayu untuk mencegah rayap menggunakan teknik yang diadopsi dari perawatan kayu di Kudus.  Dengan memakai pelepah pisang dicampur tembakau dan cengkeh yang direndam selama 24 jam. Idealnya kayu direndam tapi untuk target waktu yang mendesak, campuran ini hanya digosok-gosokkan di permukaan kayu.
- Karena telah ditetapkan menjadi Bangunan Cagar Budaya Nasional, maka setiap tindakan yang diambil dalam rangka perbaikan atau perawatan diserahkan kepada BPCB dengan pemberian ijin dari pihak pemilik masjid yaitu Kraton Kasultanan Yogyakarta dan Kraton Kasunanan Surakarta.

Workshop 29 Oktober 2012




Rabu, 28 November 2012

Sendratari : Hadeging Nagari Dalem Ngayogyakarta Hadiningrat

PERS RELEASE :

KADO UNTUK JOGJA
Sendratari “Hadeging Nagari Dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat”
Dilanjutkan DIALOG KADO UNTUK JOGJA

Sebagai mitra pemerintah kota di bidang kebudayaan, Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta senantiasa ingin memberikan kontribusi terhadap upaya pengembangan kebudayaan khususnya bidang Seni Tari.

Maksud dan Tujuan
1.Memberikan Kado HUT Kota Yogyakarta ke-256 sekaligus memperingati Hari Pahlawan.
2.Menyajikan sebuah pertunjukan Sendratari yang merakyat dan ada etos kepahlawanan.
3.Membangkitkan ”Spirit Kepahlawanan Jogja dalam Konteks Keindonesiaan”

PELAKSANAAN
Hari/tanggal : Jumat, 07 Desember 2012
Pukul : 19.00 Wib s/d selesai.
Tempat : Living Museum Budaya,Dolahan KG III/580 Kotagede Yogyakarta
Acara : Sendratari ‘Hadeging Nagari Dalem Ngayogyakarta Hadiningrat’ dilanjutkan DIALOG Kado Untuk Jogjakarta
(kurang lebih undangan dan peserta mencapai lebih dari 175 org)

Pembicara/Narasumber Dialog Kado Untuk Jogja :
1. A.Charris Zubair (Budayawan,Ketua DKKY,Dosen Budaya UGM).
2. Indra Tranggono(Cerpenis,Budayawan).
3.Revianto Budi Santosa (Dosen UII,Arsitek,Anggota DKKY)

SASARAN
PESERTA (Umum sekitar 180an orang) terdiri dri para tamu Undangan dan simpatisan serta penonton +Media dll

HASIL YG DIHARAPKAN
Memberikan Hiburan dan Kado Untuk Masyarakat Yogyakarta pada umumnya

SINOPSIS TARI
“Hadeging Nagari Dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat”.

Sendratari “padat” ini menceriterakan kisah ketika Pangeran Mangkubumi sedang bimbang dalam menerima tawaran konsep “Palihan Nagari” yang diajukan Gubernur Jenderal Nicholas Hartingh. Namun atas petunjuk tokoh spiritual Mataram ketika itu, Pangeran Mangkubumi akhirnya mau menerima tawaran tersebut. Pada akhirnya perjanjian itu ditandatangi di depan Gub. Jenderal Nicholas Hartingh. Perjanjian ini tidak semua diketahui Kolonial Belanda, terbukti masih ada orang orang Belanda dan antek antek Belanda yang ingin mengacaukan masyarakat di wilayah Ngayogyakarta. Namun akhirnya prajurit Pangeran Mangkubumi mampu mengatasinya.Sebagai ungkapan syukur, maka kawula Ngayogyakarta menyambut dengan suka cita.

Pen. Jwb./Pimprod. : A.Charris Zubair;
Sekr.Prod: Hery Asmara;Pimp.
Artistik: Bekti Budi Hastuti;
Naskah: Mustofa W. Hasyim;
Sutradara : Kuswarsantyo;
Penata Tari: Widodo Kusnantyo;
Penata Iringan : Agung Harwanto;
Penata Busana: Iriantiningsih;
Pendukung Tari dan Karawitan : Komunitas Seniman Tari Kota Yogyakarta;
Tari pimpinan : Widodo Kusnantyo;
Karawitan pimpinan : Agung Harwanto.
Produksi 2012: Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta
Facebook: Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta;
Web: www.dkk.or.id

Kabar ini diberitakan oleh @HERY ASMARA
(SEKRETARIS PANITIA/SEKUM DKKY)










Camilan Biji Lotus


Lotus atau padma, menjadi tanaman yang selalu ada dan mudah ditemui di negara-negara yang menganut ajaran Buddha, seperti Thailand, Cambodia dan Vietnam.  Setidaknya ketiga negara ini yang pernah kukunjungi dan selalu melihat bunga ini di pasar atau di jalan.  

Bunganya selalu tersedia di sekitar kuil atau pagoda, dibutuhkan para pendoa sebelum melakukan puja bakti di depan altar.  Di Thailand satu tangkai bunga lotus bisa ditukar dengan donasi 10 Baht.  Sedangkan donasi untuk satu rangkaian dalam jambangan kuningan yang terdiri dari 5 kuntum lotus bisa mencapai 50 Baht.

Dan ternyata, setelah semua petal bunganya rontok, bijinya bisa dimakan.  Biji-biji ini terbungkus semacam serat-serat gabus yang berbentuk seperti kepala shower untuk mandi.  Jika dikupas, akan terlihat biji-biji lotus yang berwarna hijau muda.  Sebelum dimakan secara mentah, biji berwarna hijau muda itu masih harus dikupas sekali lagi.  Biji-biji yang berwarna putih ini siap menjadi camilan sehat dan katanya lebih sehat daripada kacang karena tidak mengandung lemak.


Rasanya hambar, tidak manis atau asin.  Asyik saja mengikuti mereka mengupas dan memakan biji lotus.  Pertama kali mencobanya di pinggir jalan seberang pemberhentian bis yang membawaku dari perbatasan Bangkok-Cambodia di Rangklua Market menuju Siem Reap.  Anak-anak penjual keripik,  kerupuk, burung goreng sekaligus bensin itu menawariku mencicipinya gratis dan semangat mengajariku bagaimana cara mengkonsumsinya dengan bahasa Tarzan hehehehe .. 



Laweyan : Perjalanan 'Solo' ke Solo

A labyrinth is a right brain task. It involves intuition, creativity, and imagery. With a maze many choices must be made and an active mind is needed to solve the problem of finding the center. With a labyrinth there is only one choice to be made. The choice is to enter or not. A more passive, receptive mindset is needed. The choice is whether or not to walk a spiritual path. *lessons4living.com*

Labirin, adalah kata yang secara pribadi kutautkan dengan Kampung Laweyan, pusat industri batik yang telah eksis sejak jaman Kerajaan Pajang. Satu rumah dengan yang lain dipisahkan jarak sekitar 1 meter saja. Tembok tinggi menjulang sekitar 4 meter menyembunyikan rumah-rumah juragan batik tempo dulu, membentuk gang-gang sempit yang saling terhubung menciptakan semacam labirin. Dan benar disana, kemungkinan melewati gang yang sama akan sering terulang.

Lorong-lorong Laweyan yang menciptakan labirin raksasa


Ada beberapa ciri khas tipikal rumah-rumah Kampung Laweyan yang telah menjadi Kawasan Heritage karena usianya yang mencapai ratusan tahu, antara lain :

- tembok keliling setinggi sekitar 4 meter menjulang, menimbulkan kesan sangat eksklusif karena seolah menutup diri dari dunia luar, berhubungan dengan faktor keamanan harta kekayaan yang konon melebihi kekayaan Kasunanan Surakarta dan faktor persaingan sangat tinggi di tiap-tiap rumah produsen batik

- satu rumah bertembok tinggi bersebelahan dengan rumah lain yang sejenis menciptakan sebuah gang

- terdapat satu pintu utama/regol, biasanya terdiri dari 2 bilah papan pintu, dengan satu pintu kecil di salah satu bilah pintu regol tadi

- ada satu pintu belakang yang disebut butulan, yang dipakai untuk berhubungan dengan tetangga sekitarnya. pintu ini sangat aktif menggerakkan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan

- ruang pendopo sekarang dipakai untuk ruang display hasil produksi batik mereka

- rumah asli Laweyan seperti rumah jawa kuno lainnya, memiliki pendopo, rumah utama yg terdiri dari senthong tengah/pajimatan, senthong kiwa tengen, gandhok, dan juga emper

- jika rumah itu dipakai untuk memproduksi batik, maka ada bagian tambahan untuk kegiatan membatik, bak-bak air untuk melorot malam dan lantai atas untuk menjemur kain

Pendapa milik salah satu Mbok Mase dan Mas Nganten Kampung Laweyan

Salah satu rumah mbok mase dan mas nganten (julukan nyonya dan tuan untuk juragan batik) yang sekarang ditinggali Pak Harun Muryadi generasi ke-8 pemilik rumah di Jl Tiga Negeri, masih memiliki bunker dibawah lantai rumah untuk menyimpan harta kekayaan. Bunker dilengkapi lorong-lorong yang terhubung dengan bunker rumah lain.

Bunker di kediaman Pak Harun Muryadi

Selain batik, rumah tua dan bunker, Musium Samanhoedi (pendiri Sarikat dagang Islamiyah), Masjid dan langgar tua sangat menarik perhatian. Yang sempat kukunjungi adalah Langgar Laweyan di luar kampung, lalu Masjid Al Ma'moer berangka tahun 1945, Langgar Merdeka berangka tahun 1877, dan Masjid Laweyan yang tertua adalah Masjid Laweyan berangka tahun 1546 yaitu pada masa kerajaan Pajang yang letaknya bersebelahan dgn kompleks makam Kyai Ageng Henis, putra Ki Ageng Selo, dan berputra Ki Ageng Pemanahan, penurun raja-raja Mataram Islam.

Museum Samanhudi

Masjid Al Ma'moer (kiri atas), Masjid Laweyan (kanan atas), Langgar Laweyan (kiri bawah) dan Langgar Merdeka (kanan bawah)
Pemegang kunci Langgar Merdeka dan Langgar Laweyan, wartawan Jawa Pos


Single trip .. sangat menantang!

Aku mencatat beberapa peristiwa tidak nyaman yaitu ancaman 3 ekor anjing yang sangat kutakuti, membuatku berhenti lama, jongkok dan akhirnya berteriak hiteris karena mereka mendekat dan menyambutku dengan sangat heboh. 
Hal kedua adalah tidak bisa mencoba kuliner, karena aku tidak pernah bisa merasa nyaman mampir makan sendirian di sebuah tempat makan. Untung sebelumnya sudah sempat mengenyangkan perut di acara resepsi pernikahan tetangga yang merupakan tujuan utamaku pergi ke Solo. Selain memang sengaja membawa sedikit kue dan sebatang coklat untuk keadaan darurat, kelaparan di jalan.
 




Isi tas : 
rok selutut dan sepatu untuk kondangan, payung, tissue untuk ke toilet umum, tas toiletries, blocknote, pulpen, dompet, rajutan, snack, minum dan coklat. 
 
Karena darurat, merapikan dandanan, memakai gelang & anting, menukar sepatu dilakukan di atas becak yang melaju dari Stasiun Purwosari menuju acara resepsi pernikahan. Ganti rok dengan celana jins dan kaos lengan panjang, menukar sepatu dengan sandal dilakukan di masjid Al Ma'moer 

Catatan Mama :



  • Dari perjalanan sendiri, kita bisa menilai, seberapa keberanian, kekuatan, kenekatan, kemampuan menentukan langkah selanjutnya, kemampuan berkomunikasi dgn nara sumber yg secara acak ditemui, berperilaku baik agar orang2 baru itu dengan sangat rela bersedia atau menawarkan informasi serta bantuan ke kita.
  • Mengenai packing, makin hari kita makin tahu, benda-benda apa saja yang harus dimasukkan ke dalam tas. Setelah tiba di rumah, coba diteliti, mana benda yang tak dipakai sama sekali dalam perjalanan, artinya suatu saat benda itu tak perlu lagi dimasukkan dalam daftar bawaan. Pack-ing pun harus cermat agar beban tak berat. 



Dalam setiap perjalanan, aku paling menyukai kejutan, sesuatu yang tak ada dalam rencana tapi menarik untuk dikunjungi. kita tak tahu kemana hati mengajak dan kaki melangkah .. menikmati setiap kejadian tak terduga sebagai sebuah kejutan.

Jangan takut berjalan sendiri. Kebebasan menentukan pilihan ada di tangan, sesuai dengan minat dan intuisi kita. Dengan berjalan sendiri, kita akan lebih mengenal siapa diri kita sendiri.

Perjalanan 12 Juni 2011



Selasa, 27 November 2012

Langgar Dhuwur Boharen, Kotagede

Langgar Dhuwur Boharen tampak dari dalam
Rabu, 5 September 2012
Adalah saat pertama mengunjungi sebuah rumah tradisional Jawa yang istimewa di Kotagede ini.  Istimewa sebab strukturnya yang masih megah meski berusia ratusan tahun dan istimewa sebab merupakan salah satu dari dua rumah tradisional di Kotagede yang masih memiliki Langgar Dhuwur.
Saat pertama itu adalah malam hari, sehingga bisa merasakan nuansa Jawa yang tenang, sunyi dan misterius karena remang-remang.

Jum'at, 7 September 2012

Adalah kesempatan kedua mengunjungi sekali lagi rumah yang dibangun tahun 1860.  Bertemu dengan Pak Achmad Charris Zubair pemilik rumah ini yang menjabat sebagai Ketua Dewan Kebudayaan Kota Yogya yang menerima kami -rombongan peserta workshop heritage Jepang-Kotagede- dengan ramah.  

Beliau menerangkan bahwa konsep rumah tradisional Jawa yang diwarisinya ini masih lengkap mengadopsi tradisi Hindu yang diwujudkan dalam Tri Hita Karana.  Konsep tiga ruang yang melebur menjadi satu kesatuan harmoni yang terdiri dari Pahyangan, Palemahan dan Pawongan.  


Langgar Dhuwur Boharen tampak dari luar
Pahyangan, berasal dari kata Hyang atau Tuhan.  Diwujudkan dalam sebuah ruang tertinggi yang menguhubungkan manusia dengan Tuhannya, terletak di paling depan dan paling tinggi (dhuwur) dibanding bangunan rumah lainnya.  Dan karena pemiliknya menganut ajaran Islam maka ruang penghubung manusia dengan penciptanya ini diwujudkan menjadi Langgar Dhuwur. 

Palemahan, berasal dari kata lemah (bhs jawa) yang berarti tanah.  Ini melingkupi lingkungan di sekitar rumah termasuk vegetasinya.


Pawongan, berasal dari kata wong yang artinya manusia.  Konsep ini diwujudkan menjadi ruang tinggal di mana manusia melakukan aktifitas kesehariannya yaitu rumah.

Rumah tradisional Kotagede biasanya terdiri dari pendapa, pringgitan (ruang antara), ndalem  (rumah utama) yang terdiri dari senthong kiwa/kiri, senthong tengah dan senthong tengen/kanan, kemudian ada gandhok (rumah samping), gadri (rumah bagian belakang), pawon (dapur) dan pakiwan (kamar mandi).  Jelas bahwa dalam rumah Jawa bagian terdepan bersifat sangat publik dan makin ke dalam ruang-ruangnya makin privat. 


Kentongan
Senin, 29 Oktober 2012

Pada hari itu, kesempatan ketiga mengunjungi Langgar Dhuwur  yang terletak di Kampung Boharen, Kelurahan Purbayan ini berkaitan dengan workshop heritage bersama BP3 Prambanan.  

Pihak BP3 dengan dana dari APBN Perubahan tahun 2012 sedang melakukan perbaikan Langgar Dhuwur dan Ndalem dengan pengerjaan bagian lantai, genteng dan beberapa dinding.

Bangunan Langgar Dhuwur ini masih berstatus Warisan Budaya belum menjadi Benda Cagar Budaya dengan wilayah administrasi Kota Yogyakarta.  Beberapa penghargaan telah diterima oleh rumah ini, seperti yang diceritakan Pak Charris -demikian beliau secara akrab dipanggil- antara lain :

  • SK Gubernur tahun 1999 yang menetapkannya sebagai Bangunan Warisan Budaya
  • Nominator UNESCO Award
  • Penghargaan dengan pemberian potongan pajak  dengan hanya membayar PBB sebesar 10%
  • Penghargaan dengan bantuan dana dari APBN Perubahan thn 2012 untuk direhab.

Mihrab Langgar Dhuwur Boharen

Pak Charris Zubair pemilik Langgar Dhuwur Boharen, Kotagede (menunjuk)








Minggu, 25 November 2012

Candu Candi 2010 - 2012

Candi Gebang, Condongcatur, Yogyakarta, Indonesia
Candi Bajang Ratu, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia

Candi Abang, Berbah, Yogyakarta,  Indonesia

Candi Asu, Sengi, Kab. Magelang, Jawa Tengah, Indonesia

Candi Bangkal, Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia

Candi Barong, Bukit Kalasan, Yogyakarta, Indonesia

Candi Borobudur, Jawa Tengah, Indonesia

Candi Brahu, Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia

Candi Bubrah, Kompleks Prambanan, Yogyakarta

Candi Dermo, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia

Candi Gana, Kalasan, Klaten, Jawa Tengah, Indonesia

Candi Gunung Wukir, Salam, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia

Candi Kalasan, Yogyakarta, Indonesia

Candi Kama II, Lereng Gn. Penanggungan, Jawa Timur, Indonesia

Candi Kedulan, Yogyakarta, Indonesia

Candi Kendalisada, Gn. Penanggungan, Jawa Timur, Indonesia

Candi Liyangan, Temanggung, Jawa Timur, Indonesia

Candi Losari, Salam, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia

Pr

Candi Mantup, jl. Wonosari, Yogyakarta, Indonesia

Candi Mendut, Kab. Magelang, Jawa Tengah, Indonesia

Candi Merak, Klaten, Jawa Tengah, Indonesia

Candi Pringapus, Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia

Candi Minakjinggo, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia

Candi Ngawen, Muntilan, Jawa Tengah, Indonesia

Candi Pari, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia

Candi Lumbung, Kompleks Prambanan, Yogyakarta, Indonesia

Candi Syiwa Prambanan, Yogyakarta, Indonesia

Candi Retno, Pucang, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia

Candi Sambisari, Yogyakarta, Indonesia

Candi Sari, Yogyakarta, Indonesia

Candi Sewu, Kompleks Prambanan, Yogyakarta, Indonesia

Candi Sumur, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia

Candi Tikus, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia

Gapura Wringin Lawang, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia


Candi Selogriyo, Windusari, Magelang

Candi Plaosan Kidul, Kalasan, Klaten

Candi Klero, Boyolali, Jawa Tengah

Candi Gondosuli, Temanggung, Jawa Tengah