Selasa, 27 November 2012

Langgar Dhuwur Boharen, Kotagede

Langgar Dhuwur Boharen tampak dari dalam
Rabu, 5 September 2012
Adalah saat pertama mengunjungi sebuah rumah tradisional Jawa yang istimewa di Kotagede ini.  Istimewa sebab strukturnya yang masih megah meski berusia ratusan tahun dan istimewa sebab merupakan salah satu dari dua rumah tradisional di Kotagede yang masih memiliki Langgar Dhuwur.
Saat pertama itu adalah malam hari, sehingga bisa merasakan nuansa Jawa yang tenang, sunyi dan misterius karena remang-remang.

Jum'at, 7 September 2012

Adalah kesempatan kedua mengunjungi sekali lagi rumah yang dibangun tahun 1860.  Bertemu dengan Pak Achmad Charris Zubair pemilik rumah ini yang menjabat sebagai Ketua Dewan Kebudayaan Kota Yogya yang menerima kami -rombongan peserta workshop heritage Jepang-Kotagede- dengan ramah.  

Beliau menerangkan bahwa konsep rumah tradisional Jawa yang diwarisinya ini masih lengkap mengadopsi tradisi Hindu yang diwujudkan dalam Tri Hita Karana.  Konsep tiga ruang yang melebur menjadi satu kesatuan harmoni yang terdiri dari Pahyangan, Palemahan dan Pawongan.  


Langgar Dhuwur Boharen tampak dari luar
Pahyangan, berasal dari kata Hyang atau Tuhan.  Diwujudkan dalam sebuah ruang tertinggi yang menguhubungkan manusia dengan Tuhannya, terletak di paling depan dan paling tinggi (dhuwur) dibanding bangunan rumah lainnya.  Dan karena pemiliknya menganut ajaran Islam maka ruang penghubung manusia dengan penciptanya ini diwujudkan menjadi Langgar Dhuwur. 

Palemahan, berasal dari kata lemah (bhs jawa) yang berarti tanah.  Ini melingkupi lingkungan di sekitar rumah termasuk vegetasinya.


Pawongan, berasal dari kata wong yang artinya manusia.  Konsep ini diwujudkan menjadi ruang tinggal di mana manusia melakukan aktifitas kesehariannya yaitu rumah.

Rumah tradisional Kotagede biasanya terdiri dari pendapa, pringgitan (ruang antara), ndalem  (rumah utama) yang terdiri dari senthong kiwa/kiri, senthong tengah dan senthong tengen/kanan, kemudian ada gandhok (rumah samping), gadri (rumah bagian belakang), pawon (dapur) dan pakiwan (kamar mandi).  Jelas bahwa dalam rumah Jawa bagian terdepan bersifat sangat publik dan makin ke dalam ruang-ruangnya makin privat. 


Kentongan
Senin, 29 Oktober 2012

Pada hari itu, kesempatan ketiga mengunjungi Langgar Dhuwur  yang terletak di Kampung Boharen, Kelurahan Purbayan ini berkaitan dengan workshop heritage bersama BP3 Prambanan.  

Pihak BP3 dengan dana dari APBN Perubahan tahun 2012 sedang melakukan perbaikan Langgar Dhuwur dan Ndalem dengan pengerjaan bagian lantai, genteng dan beberapa dinding.

Bangunan Langgar Dhuwur ini masih berstatus Warisan Budaya belum menjadi Benda Cagar Budaya dengan wilayah administrasi Kota Yogyakarta.  Beberapa penghargaan telah diterima oleh rumah ini, seperti yang diceritakan Pak Charris -demikian beliau secara akrab dipanggil- antara lain :

  • SK Gubernur tahun 1999 yang menetapkannya sebagai Bangunan Warisan Budaya
  • Nominator UNESCO Award
  • Penghargaan dengan pemberian potongan pajak  dengan hanya membayar PBB sebesar 10%
  • Penghargaan dengan bantuan dana dari APBN Perubahan thn 2012 untuk direhab.

Mihrab Langgar Dhuwur Boharen

Pak Charris Zubair pemilik Langgar Dhuwur Boharen, Kotagede (menunjuk)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar