Senin, 13 Mei 2013

Membaca identitas Singapura di Boat Quay



Singapura terlanjur terkenal dengan Marina Bay Sands, Gedung Esplanade dan Patung Merlion.  Di sekitarnya puluhan gedung-gedung modern menggapai langit menjadi latar pemandangan yang menjadi situs wajib foto bagi pelancong.  Kawasan-kawasan utama tersebut memang bisa menjadi gambaran tentang Singapura, yang modern dengan laju ekonomi pesat meninggalkan tetangga-tetangganya di Asia Tenggara.  Tapi tahukah bahwa Singapura juga memiliki identitas lain selain gedung-gedung pencakar langit?

Tak perlu meninggalkan Boat Quay, yaitu landmark wajib bagi pelancong yang sering disebut sebagai wajah Singapura.  Di depan May Bank Tower, ada patung-patung yang terlihat unik, sebab kesederhanaannya menampilkan sisi lain Singapura.  Patung beberapa buruh yang sedang mengangkat karung mungkin berisi beras atau tepung menjadi sesuatu yang bertolak belakang dengan modernitas yang ingin ditampilkan di wajah Singapura.  Tapi jika masa kini ditarik kembali jauh ke belakang, mulai abad 14 ketika kawasan ini masih dikenal sebagai Tumasek, patung-patung ini bisa jadi gambaran aktual saat itu.  Sejak abad 14 hingga 18, wilayah yang terletak di ujung Semenanjung Melayu ini secara alami telah menjadi titik temu bagi perdagangan melalui laut dari berbagai negara di sekitarnya.  Hingga Sir Stamford Raffles yang waktu itu masih menjadi Letnan Guberunur Bengkulu merasa perlu membangun wilayah ini untuk menjadi lebih mendukung perdagangan.  Pengaruhnya tak hanya negara-negara sekitar tapi meluas hingga Amerika dan Timur Tengah.  Maka patung-patung buruh yang sedang melakukan bongkar muat ini menjadi sangat relevan dengan sejarah Singapura yang ingin dihadirkan berdampingan dengan kemajuan industri saat ini.  Sekilas mereka ingin menyampaikan bahwa Singapura modern saat ini pernah dibangun dari kerja ribuan buruh yang memanfaatkan posisi strategis geografisnya dalam perdagangan melalui laut.

Patung buruh di depan May Bank Tower

Patung lain adalah sosok Gubernur Jenderal Inggris, Sir Stamford Raffles yang dikenal sebagai Bapak Pendiri Singapura modern.  Patungnya dibuat tinggi menjulang dengan warna putih yang pucat di sekujur tubuhnya, menandai titik pertama Raffles menginjakkan kaki di Singapura pada tanggal 29 Januari 1819 dan menjejakkan gagasan tentang Singapura modern.  Lokasi ini dikenal sebagai Raffles's Landing Site. Terdapat 4 prasasti di setiap sisi dinding tugu tempat di mana patung ini berdiri.  Dari setiap prasasti menuliskan hal yang sama dalam bahasa yang berbeda, yaitu Bahasa Inggris, Bahasa Melayu, Bahasa China dan Bahasa India.  Inkripsi tersebut merupakan penghormatan dan ungkapan kekaguman terhadap Raffles yang telah berhasil merubah kampung nelayan menjadi pelabuhan besar dan kota metropolis :

"On this historic site, Sir Thomas Stamford Raffles first landed in Singapore on 28th January 1819, and with genius and perception changed the destiny of Singapore from an obscure fishing village to a great seaport and modern metropolis." 

Raffles's Landing Site, 29 Januari 1819

 
Inkripsi dalam 4 bahasa : Inggris, Melayu, China dan India

Di sisi yang lain terdapat patung Raffles tengah duduk dan seolah berbicara dengan dua orang penduduk asli Singapura.  Keduanya dalam posisi berdiri.  Dari pakaian tradisional yang mereka kenakan, langsung bisa dikenali bahwa salah satunya adalah warga Melayu dengan peci di kepala dan sarung menutup tubuh bagian bawah.  Sementar satunya lagi adalah warga China yang mengenakan baju berkerah dan berkancing China serta kopiah bundar yang khas.  Dari patung-patung ini, ada yang ingin disampaikan bahwa, Raffles sebagai wakil dari koloni Inggris telah membangun interaksi yang baik dengan warga setempat.  Jelas bahwa China dan Melayu merupakan penduduk asli yang telah lama berbagi ruang ekonomi, sosial, politik, agama dan budaya di Singapura.  Mestinya masih harus dihadirkan satu lagi patung warga India.  Karena ketiganya ini merupakan penduduk asli dan sekaligus tiga entitas yang membentuk identitas nasional Singapura.  Konon, telah sejak lama, mereka berbagi ruang hidup.  Masyarakat Melayu menguasai pekerjaan dalam pemerintahan, warga China menguasai perekonomian serta industri, sementara warga India berkontribusi dalam perdagangan.  Tidak heran ketiga bahasa ini digunakan bersama dalam menulis prasasti penting tentang Raffles selain Bahasa Inggris yeng sebenarnya bukan bahasa nasional tapi paling sering digunakan oleh warga Singapura.

Raffles berbicara dengan warga Melayu dan China



Catatan Mama :
Meskipun tidak dihadirkan bersama berbicara dengan Raffles, tapi wakil pemimpin India yang tersohor, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dibuatkan patung pula dan diletakkan di kawasan industri nomer satu di Singapura ini.  





Tidak ada komentar:

Posting Komentar