: based on true story
Gadis cilik itu merasa perlu bergegas bangun saat rumah Mbah Ibu mulai gaduh di pagi hari. Rumah yang hanya didatanginya saat liburan sekolah itu riuh dengan suara ayam di kandang belakang rumah atau suara solet dan penggorengan beradu di pawon. Suasana pagi rumah di desa seperti ini selalu berhasil membangunkan tidurnya yang lelap dan lama.
Setelah pipis, biasanya dia berlarian menuju pekarangan depan rumah Mbah Ibu -istri sambungan Almarhum Simbah Kakung setelah istri pertama meninggal saat bapak belum genap menjadi remaja. Kaki-kaki kecilnya berhenti di sekitar salah satu dari beberapa batang pohon kopi. Di bawahnya, dia akan betah berlama-lama. Pagi hari adalah saat bunga-bunga kopi yang berwarna putih itu menebarkan bau wanginya ke segala arah. Gadis cilik itu mabuk wangi bunga kopi.
Perkenalannya dengan biji kopi memang dimulai sejak kecil. Dia mengenali pohonnya yang lebih tinggi dari tubuhnya, daunnya yang lebar, bunganya yang wangi, dan butir-butir hijau yang menguning lalu menjadi merah. Mbah Ibu mengumpulkan butir-butir itu di tampah, menjemurnya hingga menghitam karena kering. Beberapa kali gadis cilik itu melihat nenek yang dipanggilnya Mbah Ibu itu menyangrai biji-biji hitam menggunakan penggorengan dari gerabah di atas tungku. Sekali lagi, wanginya membuatnya mabuk.
Selanjutnya Mbah Ibu akan menumbuk sendiri biji-biji yang gosong itu menjadi bubuk. Menuangkan ke dalam toples kaca bertuliskan KOPI lalu merapatkan tutupnya yang merah. Toples kopi telah penuh kembali. Dan akan segera habis setelah ibu, bapak, para paklik, mbokdhe dan Mbah Ibu sendiri mengambilnya sesendok demi sesendok. Pagi, siang, sore, hingga malam hari mereka terus mengambilnya, hingga se-toples kopi itu tak pernah tahan hingga seminggu.
Jadi, jangan salahkan pergaulan jika akhirnya gadis cilik itu begitu menikmati kopi. Karena budaya minum kopi telah disaksikannya sepanjang waktu sejak masa kecil. Semula memang hanya menyaksikan seluruh isi rumah Mbah Ibu menyeduh kopi dan menikmatinya dalam segala suasana. Sampai akhirnya dia tak hanya melihat tapi juga merasakan sendiri bagaimana pekat kopi mulai menimbulkan sensasi di mulut dan kerongkongannya.
Saat itu, di rumah bapak ibunya di kota. Setiap pagi, ibu selalu menjerang air panas untuk mengisi termos. Sambil menunggu air mendidih, ibu menyiapkan dua buah gelas yang diisi gula dan bubuk kopi. Segelas untuk bapak dan segelas lainnya untuk ibu sendiri, yang akan diminum sebelum berangkat kerja. Setelah menyiapkan itu, ibu akan pergi mandi yang selesainya tepat saat air dalam ceret mendidih. Ibu mengisi penuh-penuh termos berwarna merah dan sisanya untuk memenuhi dua gelas kopi yang telah menunggu tadi.
Nah, saat ditinggal mandi itulah si gadis cilik itu biasanya mengaduk bubuk kopi dan gula di dalam gelas agar tercampur dengan sendok teh. Dan, sluurp! Lidahnya menjilat ujung sendok yang penuh dengan bubuk kopi serta gula. Campuran itu menempel di lidah, lalu dikulum hingga perlahan gula mencair. Manis. Juga pahit. Tapi dia suka dan sering sekali mengulangnya jika tidak ketahuan bapak. Karena bapak akan melarangnya melakukan itu. Gadis cilik itu mabuk bubuk kopi dan gula!
Maka, sekali lagi jangan salahkan jika akhirnya pada saat dia dewasa, paduan wangi bubuk kopi dengan warnanya yang pekat dan rasa yang getir itu memabukkannya. Berbagai macam kreasi penyajian kopi telah dicoba, dan hanya secangkir kopi hitam yang tidak pernah mengecewakan seleranya. Semakin dewasa, takarannya semakin paten, tak pernah berubah. Satu sendok penuh bubuk kopi (menggunung) dan dua sendok peres gula (datar) untuk satu cangkir kecil air panas. Ya, air panas, bukan air mendidih yang langsung dituangkan ke dalam cangkir. Perlu semenit atau dua untuk mendiamkan agar menghasilkan air panas yang tidak membuat bubuk kopi berasa gosong.
Takaran memang bisa saja berubah-ubah menyesuaikan dengan asal kopinya. Tapi, sejak berumur 34 tahun, takaran ini sudah sangat dia percaya mampu mengatasi seleranya meskipun bubuk kopi yang ditakar berasal dari berbagai daerah. Seorang teman yang juga peminum kopi, berasal dari Bali, membagikan resep cara menyeduh secangkir kopi yang enak. Biasanya takaran ini berhasil untuk setiap jenis kopi dari manapun, katanya. Dan benar, seleranya sama! Satu sendok bubuk kopi dan dua sendok gula untuk secangkir kecil kopi yang pas, sedikit sensasi manis dalam getir kopi.
1 kopi 2 gula !