Kitiran/kincir |
Dalam sekian puluh tahun perjalanan hidup, kita selalu mengalami perjumpaan juga perpisahan. Kita selalu menemui perjumpaan-perjumpaan dengan apapun setiap saat. Dan disadari ataupun tidak, banyak hal pula telah lepas dari kehidupan kita. Datang dan pergi.
Mari kita menengok ke belakang, sepuluh, dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu. Saat kanak-kanak, mainan adalah bagian yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan kita. Benda-benda yang wajib ada menyertai pertumbuhan kita. Sebab inilah media pembelajaran yang luar biasa. Banyak dari kita yang tak ingat lagi begaimana riangnya menjumpai mainan baru dan bagaimana sedihnya ketika mainan itu rusak atau hilang.
Masih ingat mainan apa yang dimiliki saat itu?
Aku dan adikku memiliki masing-masing satu ember besar penuh mainan. Karena kami berbeda jenis kelamin, maka ibuku perlu memisahkan wadahnya. Kami bertanggungjawab atas mainan yang dimiliki, kerusakan, kehilangan, dan yang terpenting adalah pemberesan setelah bermain. Aku tak begitu ingat mainan apa saja yang aku miliki. Tapi yang jelas mainan pabrikan dari plastik mendominasi isi emberku. Saat mengunjungi Dusun Pandes di Bantul, tempat mainan tradisional warna-warni ini dibuat, aku sama sekali tidak bisa mengingat apakah aku pernah memilikinya?
Aku mungkin tak pernah memilikinya dulu, tapi aku begitu antusias saat berada di rumah Mbah Joyo Sumarto (80-an tahun). Beliau adalah salah satu dari beberapa perempuan sepuh pembuat mainan anak-anak dari material sederhana bahkan beberapa dari bahan bekas.
Aku sangat senang meniup bunga-bunga kincir hingga berputar. Bahkan aku kegirangan saat angin menerobos celah-celah dinding bambu yang tak rapat itu. Angin membuat bunga-bunga kitiran yang terpasang di dinding itu berputar semua dan menimbulkan suara sedikit berisik. Ahh, aku bahagia memandanginya, semua berputar bersamaan. Aku lalu menjadi trenyuh, aku pasti pernah sebahagia ini saat kanak-kanak dulu. Seperti deja vu.
Saat itu sungguh aku seperti anak kecil yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa. Aku tergesa-gesa memilih mainan yang akan kubeli, seperti takut mainan terbaik akan diambil oleh anak lain. Tentu saja mainan ini nanti akan kuberikan untuk gendukku, demi sebuah senyum bahagia di wajahnya. Ada Kitiran bunga kertas, kandhang burung dari bilah bambu, payung dari kertas wajik, wayang dari karton bekas dos rokok dan susu, juga othok-othok. Mainan terakhir aku sebut ini menciptakan bunyi memekakkan telinga. Ada pelat seng tipis yang memukul-mukul gendang kecil dari bambu, saat pegangannya diputar. Mainan seharga Rp 2.000 ini berhasil membuatku tertawa lebar saat memutarnya dan klothok kothok klothok .. begitu bunyinya. Temanku yang ikut berkunjung mendelik sambil menutup telinganya. Aku tertawa senang bisa membuatnya terganggu!
Lalu aku merasa iri dengan anak-anak Kotagede yang pada masa Mbah Joyo masih kuat mengkayuh sepeda, bisa membeli mainannya di Pasar Legi. Iri yang biasa timbul pada diri anak-anak karena temannya mempunyai mainan yang tak dimilikinya. Pada saat itu mainan Mbah Joyo digelar di bawah salah satu Pohon Waru di sisi barat pintu masuk Sarlegi Kotagede. Warna-warni dan bunyinya yang berisik pasti menarik perhatian anak-anak Kotagede yang pada tahun 80-an berusia TK atau SD.
Lalu aku merengut saat Mbah Joyo bercerita, bahwa mainannya juga menjadi rebutan anak-anak kecil di malam Sekaten atau pasar-pasar malam. Ahh, kenapa bapak dan ibu tidak mengajak aku serta adikku ke Sekaten waktu itu? Sungguh protes dan keirian yang konyol, khas anak-anak yang tak pantas lagi hinggap dalam pikiran orang dewasa sepertiku.
Sesaat sebelum pulang aku meminta simbah berfoto denganku, sebagai alasan aku bisa duduk berdekatan dengannya. Aku menempel pada tubuh tuanya, seperti seorang anak yang aleman (manja) dan merengek padanya. Aku menyentuh keriput kulit pada tangannya yang kering. Ada keajaiban dibuat oleh kedua tangan itu, yaitu tawa, gelak canda dan kegembiraan anak-anak. Termasuk aku, seorang dewasa yang saat itu terberkahi dengan rasa bahagia yang hanya dimiliki anak-anak.
Semoga Mbah Joyo selalu sehat dan bahagia seperti anak-anak yang tengah bermainan dengan karya-karyanya.
Sungkem.
Rumah Mbah Joyo Sumarto |
Kitiran/kincir bunga |
Wayang dari karton bekas dos rokok, susu, dll |
Kandang burung dan payung fantasi |
Peralatan sederhana |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar